Archive for Maret 2015
CELEBRITY : BIG BROTHER
By : Unknown
BIG BROTHER CELEBRITY
OLEH :
Lalu Aditya Rachmat Ghiffari
(125120207121009)
I.IK.6
ILMUKOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015
Why did the event
happen? What was the cause triggering the event?
Berawal dari complaint masyarakat terhadap ofcom terkait dengan acara
mereka yang menyinggung ras tertentu dalam hal ini india. Dalam acara tersebut
Shilpa Shetty mendapatkan gelar “The Indian” karena ia kesulitan dalam menyebut
namanya. Sehingga pihak ofcom mendapatkan komplain pada episode berikutnya
sebanyak 200 komplain. Disini sudah muncul potensi – potensi krisis. Sehingga
complain yang tadinya hanya berjumlah 200 komplain menjadi membengkak sebesar
8000 komplain. Dalam hal ini dapat di analisis jika publik bersifat aktif
terlebih publik yang merasa dirugikan oleh acara tersebut. Jika tidak cepat
diredam maka komlain akan semakin meluas. Jika diurutkan kedalam tahapan isu
maka dapat di analisis :
·
Tahap pra krisis (pre-crisis)
Tahap pra krisis
terjadi ketika situasi serius mulai muncul dan organisasi menyadarinya. Pada
tahap ini, anggota organisasi baik karyawan maupun pimpinan manajemen telah
mengetahui tanda-tanda akan terjadinya krisis. Pada tahap ini, seseorang atau kelompok
mengekspresikan perhatiannya pada isu dan memberikan opini. Di tahap ini,
dimungkinkan mereka melakukan tindakan-tindakan tertentu berkaitan dengan isu
yang dianggap penting. Tanda – tanda atau
potensi terjadinya krisis sebenarnya telah diketahui oleh pihak acara big
brother ataupun ofcom. Namun
masih tidak digubris sehingga efek darinya terjadi krisis. Yaitu pihak
tersangka mendapatkan 8000 komplain dari publik tentang masalah rasis.
·
Tahap krisis (acute
crisis)
Tahap krisis (acute
crisis) terjadi ketika situasi tidak dapat dimanajemen dengan baik
oleh organisasi sehingga situasi tersebut menyebar luas ke luar organisasi. Krisis
pun terjadi ditandai dengan pihak channel 4 yang dinilai rasis oleh masyarakat
internal UK. Kini merembet bahkan sampai India sehingga perundingan diplomatik
harus dilakukan oleh kedua belah pihak. Dengan Pemerintah sebagai perantara
bagi kedua Negara. Citra dan reputasi dari channel 4 pun menurun. Krisis
semakin meningkat pula menjadi 20.000 komplain karena dari pihak Big Brother
menyangkal bahwa acara tersebut berbau rasis. Chairman dari channel 4 yaitu
Luke Johnson juga menolak undangan dalam membela eksistensi dari acara ini. Pada
saat ini channel 4 terancam tutup karena menimbulkan terlalu banyak masalah.
·
Tahap pascakrisis
(post-crisis)
Terjadi ketika krisis
sudah terakumulasi dan organisasi berupaya mempertahankan citranya. Pada masa
ini organisasi berupaya untuk memperbaiki segala akibat yang ditimbulkan
krisis (recovery). Pada akhirnya channel 4 dan Endemol memilih meminta maaf kepada public
atas acara yang bersifat merugikan. Channel 4 pun dituntut untuk mematuhi
fungsi dan prinsip dari media. Sehingga Channel 4 me re-brand kembali dengan
menciptakan acara atau program baru yang tidak menandung SARA dan RASIS. Pihak
channel 4 pun mengatakan bahwa kejadian seperti ini tidak akan diulang kembali.
Dapat dianalisis bahwa penyebab utama dari munculnya
Krisis ini adalah terjadinya gaya entertaint atau perbedaan budaya antara UK
dengan India yang menyebabkan terjadinya kesalahpahaman. Dalam hal ini dari
pihak acara yang bermaksud untuk mengentertaint dengan lawakan “The Indian”
terhadap Shilpa Shetty malah dianggap menjadi bahan celaan dan rasis. Sehingga
terjadi krisis yang disebabkan oleh kedua belah pihak. Perlu adanya perundingan
terhadap kedua belah pihak, seperti diplomasi yang dilakukan oleh pemerintahan
India. Dan tentunya pihak dari Big Brother harus meminta maaf kepada pihak yang
dirugikan.
Explain the case by making issue lifecycle
Apabila di analisis berdasarkan issue lifecycle maka kasus ini dapat
dikategorikan. Menurut Kriyantono (2012) terdapat 4 tahap yaitu tahap origin,
mediation, organization, dan resolution.
·
Tahap Origin
Pada tahap ini,
seseorang atau sekelompok orang mengekspresikan perhatiannya pada isu dan memberikan opini. Ditandai
dengan complain yang diterima oleh channel 4. Berawal sebanyak 200 hingga
semakin merembet menjadi 8000 komplain. Ini mengartikan public yang
mengekspresikan perhatian dan isu nya terkait dengan isu rasis yang diciptakan
oleh channel 4.
·
Tahap Mediation
Di tahap ini isu sudah mempunyai dukungan
publik, yaitu ada kelompok yang lain saling mendukung dan memberi perhatian.
Ditandai dengan parahnya kasus ini hingga India pun ikut turun tangan dalam
menyikapi. Perundingan diplomatic pun tidak dapat dihindari. Terjadinya
perundingan ini pun dikarenakan efek dari gerakan publik. Yang artinya publik
memiliki relasi satu sama lain dalam menyikapi kasus ini.
·
Tahap Organization
Pada tahap ini publik sudah mulai
mengorganisasikan diri dan membentuk jaringan-jaringan. Current stage :
isu berkembang menjadi lebih populer karena media massa memberitakannya
berulang kali dan berbagai interaksi di media sosial dan jaringan. Critical
stage : publik mulai terbagi dalam dua kelompok setuju dan menentang.
Current Stage : Ditandai dengan Hindustrian
Times yang ada di India men Highlight tentang permasalah rasis yang terjadi di
UK. Dan juga berbagai media yang terus memberitakan kasus ini secara continue.
Sehingga tersebar isu tentang budaya yang salah yang dianut oleh UK yaitu
menjadikan tema rasis sebagai bahan lelucon. Ditambah lagi dengan pernyataan
yang tumbuh bahwa Channel 4 telah sengaja melakukan hal tersebut demi
kepentingan perusahaan atau dari segi finansial dengan rating yang semakin
tinggi.
·
Tahap
Resolution
Pada dasarnya organisasi dapat mengatasi
isu dengan baik dan
pemberitaan media mulai menurun. Ditandai saat pihak ofcom memberi ketetapan
bersalah pada pihak Channel 4 karena atas tindakan yang dilakukan serta
melenceng dari fungsi media itu sendiri. Pihak Channel 4 dan big brother
memilih untuk meminta maaf atas apa yang mereka lakukan dan mereka akan
melakukan brand ulang tentang channel 4. Seperti membuat kebijakan baru dan akan
bertanggung jawab atas segala scenario yang terjadi saat acara tersebut berlangsung. Setelah
melakukan rebrand ulang dan meminta maaf kepada Shetty. Pihak Channel 4 tidak
menayangkan atau tidak melanjutkan kembali tentang acara Big Brother.
What did the company
do/respond with the event? Based on the outcome, was it proper respond?
Tentunya pihak Channel 4 yang berpendapat bahwa acara mereka sudah memang
standart dari acara tersebut sehingga mereka tidak merasa melakukan sesuatu
yang bersifat negative. Namun dengan bukti yang banyak serta pihak Channel 4
yang terus – terusan mendapatkan complain sehari – harinya lebih meminta maaf
kepada pihak yang dirugikan. Dan memilih untuk membranding ulang.
Apabila dianalisis berdasarkan pernyataan diatas. Seharusnya pihak
Channel 4 menyikapi tentang terjadinya 200 komplain yang berasal dari publik.
Walaupun hanya 200 orang, namun itu nominal yang sudah bisa dibilang cukup
tinggi yang apaibla dibiarkan akan menimbulkan krisis. Dalam menanggapi hal
ini, Chairman dari Channel 4 seharusnya mengadakan pers conference terkait
dengan membahas masalah ini. Kasus seperti ini lebih cepat menyebar jikda tidak
dicegah terlebih dahulu. Kurangnya penerapan Worst Case Scenario (WCS) yang
diterapkan oleh Channel 4. Sehingga apabila berhadapan dengan krisis maka
perusahan tersebut mendapatkan dua sisi negative dan positif.
Negatif yang berupa saat pihak Channel 4 tidak mau meminta maaf kepada
korban. Efek yang dapat dilihat adalah krisis yang semakin menyebar dan
turunnya reputasi dan image dari Channel 4. Dilain hal yaitu sisi positifnya,
Image dari Channel 4 akan naik kembali tergantung dari recovery yang mereka
lakukan. Jika pihak Channel 4 berhasil dalam recovery yang meliputi brand ulang
dan permohonan maaf maka publik akan menghargai dari pihak Channel 4 sendiri.
Tentunya kesmpulan dari keseluruhan adalah sebaik apapun perusahaan tersebut,
harus diterapkan Worst Case Scenario sehingga perusahaan sebelumnya memilki
persiapan dalam menghadapi potensi krisis yang akan datang.
Daftar Pustaka ;
Kriyantono, R. (2012). Public Relations
& Crisis Management. Pendekatan Critical Public Relations, Etnografi &
Kualitatif. Jakarta : Kencana.
THE TYLANOL TALE
By : Unknown
CASE
STUDY: THE TYLENOL TALE
OLEH :
Lalu Aditya Rachmat Ghiffari
(125120207121009)
I.IK.6
ILMUKOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015
Why did the event happen? What was the cause triggering the
event?
Dari hasil kasus studi yang telah dipelajari dan di pahami. Dapat
dianalisis terjadinya krisis yang amat fatal. Karena krisis dari perusahaan Johnson
& Johnson ini telah memakan banyak korban dan korban itu pun datang dari
publik sendiri. Berawal dari kinerja perusahaan yang mencampur racun kedalam
Tylenol (Produk dari Johnson & Johnson) yang mengandung asam sianida yang bersifat
sangat mematikan jika dikonsumsi. Sehingga efek dari terjadinya distribusi obat
Tylenol yang mengandung racun tadi, menyebabkan 250 kematian yand diduga
penyebabnya adalah obat tersebut. Namun pihak media memberitakan 2500 lebih
dari korban jiwa yang penyebabnya adalah Tylenol itu sendiri. Dari penjabaran
ini dapat disimpulkan bahwa terjadinya krisis yang bersifat internal namun berdampak
kepada masyarakat sehingga bersifat Internal. Isu ini berdampak kepada
perusahaan Johnson & Johnson karena dianggap lalai dalam memanjemen kinerja
dari karyawannya sehingga berdampak kepada masyarakat sendiri.
Menurut Kriyantono (2012)
terdapat tiga tahapan isu, yaitu pra krisis, krisis, dan pasca krisis. Yang
dapat dikaitkan oleh kasus ini.
1.
Tahap Pra – Krisis
Tahap pra krisis terjadi ketika situasi serius mulai
muncul dan organisasi menyadarinya. Pada tahap ini, anggota organisasi baik
karyawan maupun pimpinan manajemen telah mengetahui tanda-tanda akan terjadinya
krisis. Pada tahap ini, seseorang atau
kelompok mengekspresikan perhatiannya pada isu dan memberikan opini. Di tahap
ini, dimungkinkan mereka melakukan tindakan-tindakan tertentu berkaitan dengan
isu yang dianggap penting. Mungkin pada
kasus ini, tidak ditandai oleh pra krisis, karena dari pihak perusahaan tidak
menyadari akan terjadinya krisis ini. Ketika di analisis kembali, terdapat data
yang mengatakan awal dari kematian adalah tiga korban, sehingga media pun
disini pun meliput dan ternyata mengabarkan terdapat lebih dari 2500 orang yang
menjadi korban produk Tylenol ini.
2.
Tahap krisis (acute crisis) terjadi ketika situasi tidak dapat
dimanajemen dengan baik oleh organisasi sehingga situasi tersebut menyebar luas
ke luar organisasi. Krisis terjadi di eksternal perusahaan Johnson & Johnson
dan lebih dahulu diketahui oleh media. Sama seperti tahap Pra Krisis
tadi, disini media yang lebih dulu mengambil alih opini publik dengan
memberitakan kasus kematian tersebut.
3.
Pasca Krisis Terjadi
ketika krisis sudah terakumulasi dan organisasi berupaya mempertahankan
citranya. Pada masa ini organisasi berupaya untuk memperbaiki segala akibat
yang ditimbulkan krisis (recovery). Menanggapi dari krisis yang terjadi, perusahaan Johnson
& Johnson tidak hanya diam dan menunggu citra dan reputasinya yang semakin
turun. Mereka melakukan percobaan dengan menguji coba 8 juta capsule dan
menemukan sekitar 75 capsule yang mengandung racun. Dan menurut media
menghabiskan dana sebesar setengah juta dolar untuk menginformasi kepada
seluruh dokter, rumah sakit, dan pihak distributor lainnya. Pihak media Wall
Street Journal juga menulis opini tentang perusahaan Johnson & Johnson
bahwa mereka lebih baik kehilangan dana besar daripada harus menyaksikan korban
yang terus bermunculan. Dan juga dari media mendapat konfirmasi dari pihak Johnson
& Johnson bahwa orang gila yang mencampurkan racun tersebut telah diamankan
dan ditangkap oleh pihak yang berwajib.
Explain the case by making issue lifecycle
Menurut Kriyantono
(2012) terdapat issue lifecycle yang menandai dari krisis yang terjadi. Dalam
hal ini dikaitkan dengan kasus Johnson & Johnson.
1. Tahap origin.
Pada tahap ini, seseorang atau
sekelompok orang mengekspresikan perhatiannya pada isu dan memberikan opini.
Dalam hal ini, semua berawal dari tiga korban yang merupakan korban dari produk
Tylenol yang mereka konsumsi. Pihak media secara tanggap dan langsung
diberitakan. Sehingga menjadi pusat perhatian bagi masyarakat dan membentuk
opini publik.
2. Tahap mediation dan amplifying.
Di tahap ini isu sudah mempunyai dukungan publik, yaitu ada kelompok
yang lain saling mendukung dan memberi perhatian. Dapat dianalisis saat perusahaan Johnson &
Johnson ini berhasil mengatasi kasus ini dengan melakukan uij coba terhadap 8
juta kapsul dan berhasil menangkap pelaku dari kasus ini sehingga media memberitakan
ulang kembali pada publik tentang usaha dari Johnson & Johnson. Sehingga
muncul opini publik baru terhadap Johnson & Johnson.
3. Tahap
Organization.
Pada tahap ini publik sudah mulai mengorganisasikan diri dan membentuk
jaringan-jaringan. Current stage : isu berkembang menjadi lebih populer karena
media massa memberitakannya berulang kali dan berbagai interaksi di media
sosial dan jaringan. Critical stage : publik mulai terbagi dalam dua kelompok
setuju dan menentang. Dalam
kasus ini mungkin tidak ditemui Critcal Stage. Namun Current Stage ditandai
dengan media yang bersifat pro terhadap Johnson & Johnson. Dalam kasus ini
media berhasil menaik kan reputasi dari Johnson & Johnson dari berita yang
bersifat positif, yaitu usaha – usaha yang telah dilakukan Johnson &
Johnson dan telah memenangkan Silver Anvil Award karena mampu menangani krisis yang
bersifat fatal.
4. Tahap
Resolution
Pada dasarnya organisasi dapat mengatasi isu dengan baik dan pemberitaan media mulai menurun. Johnson & Johnson pun mendapatkan
image dan reputasi mereka kembali meskipun harus rela merombak ulang produk mereka
dan menghabiskan dana sekitar setengah juta dolar. Johnson & Johnson mampu
melihat peluang pasar mereka, sehingga mereka melakukan perombakan ulang dari
produk dan juga kemasan dari produk tersebut. Sehingga mereka berhasil
mendapatkan 70% dari sepertiga saham mereka dalam
pasar.
What did the company do/respond with the event? Based on the outcome,
was it proper respond?
Dari analisis yang telah dilakukan, tanggapan dari Johnson & Johnson
terhadap krisis yang mereka alami merupakan hal yang sepatutnya dilakukan oleh
tiap perusahaan yang menghadapi krisis yang bersifat sama. Poin – poin penting
yang dapat dilihat dari kasus ini atau cara penanggulangan krisis adalah :
·
Perusahaan dengan cepat menanggapi kematian yang
terjadi dikarenakan mengkonsumsi Tylenol yang tidak lain adalah produk mereka
sendiri. Mereka dengan cepat melakukan uji coba terhadap produk mereka dan lebih
memilih untuk kehilangan dana dan waktu dalam memberi informasi terhadap
seluruh instansi kesehatan di Amerika terkait dengan produk Tylanol ini.
Dapat dilihat
perusahaan ini telah merencanakan jika akan ada krisis yang akan datang.
Sehingga ketika krisis tersebut mulai tampak, perusahaan ini telah siap dalam
menangani dengan mengambil tindakan cepat.
·
Perusahaan Johnson & Johnson mendapatkan
penghargaan Anvil
Award dari Public Relations Society of America karena penanganan krisis yang baik. Dan juga perusahan ini
mampu merecovery internal perusahaan mereka, ditandai dengan mereka berhasil
membalikan 70 % dari sepertiga saham mereka di dunia pasar. Meskipun masih ada
masyarakat yang paranoid terhadap produk ini.
Analisis dari fakta
diatas adalah, secara umum perusahaan ini mampu menghandle seluruh permasalahan
namun belum mampu mengobati opini publik yang masih mengambang yang menanggapi
produk ini. Diperlukan kerja dari seorang Public Relation yang mengadakan pers
terkait tentang produk Tylanol. Seharusnya perusahaan ini kembali meyakinkan
publik dengan menyajikan riset dan hasil perombakan ulang dari pihak Johnson
& Johnson. Sehingga penyakit paranoid publik dapat terobati dan penjualan
pun semakin maksimal.
Daftar Pustaka
Kriyantono,
R. (2012). Public
Relations & Crisis Management: Pendekatan Critical Public
Relations, Etnografi & Kualitatif. Jakarta: Kencana
ARLA PRODUCT BOYCOT
By : Unknown
ARLA PRODUCT
BOYCOTT IN THE MIDDLE EAST
OLEH :
Lalu Aditya Rachmat Ghiffari (125120207121009)
F.IK.6
ILMUKOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015
Why did the event
happen? What was the cause triggering the event?
Denmark
merupakan Negara penghasil susu terbesar pada tahun 2005, dalam hal ini
produksi susu dihandle oleh Arla Corporate yang produknya sudah sangat terkenal
didenmark hingga sering dieksport. Perusahaan ini menerima pasokan bahan dari
para petani di Denmark dan Swedia. Namun musibah muncul menimpa perusahaan ini.
Pada tanggal 30 September 2005 yang ditandai dengan munculnya iklan produk Arla yang diterbitkan oleh koran Jylland
Poaten yang menampilkan kartun Nabi Muhammad sebagai icon koran mereka. Editor
dari koran ini mempublish 12 gambar yang menampilkan sosok Nabi Muhammad yang
salah satunya Nabi Muhammad yang mengenakan sorban namun sorbannya membentuk
bom. Pihak media Denmark mengatakan itu adalah bentuk kritikan terhadap Islam. Tentunya
berita ini memancing perhatian seluruh umat islam di Eropa terlebih dari
pelosok Dunia. Sehingga beberapa gerakan atau tindakan yang bersifat anarkis
pun tidak dapat dihindari, masyarakat menyalakan api di depan kedutaan Norwegia
dan Denmark yang berada di Beirut, menyerang kedutaan Denmark di Tehran,
serangan senjata api di Gaza dan menuntut permintaan maaf dari Norwegia dan
Denmark.
Ironisnya,
Perdana Mentri Anders
Fogh Rasmussen menolak mengadakan pers atau
membuat pertemuan dengan perwakilan umat islam untuk membahas dan mencari
solusi dari kasus ini. Anders berpendapat walaupun diadakan pertemuan, tetap
saja tidak akan berpengaruh kepada pers. Sehingga ini berdampak pada Perusahaan
Arla. Pada akhir Januari, seluruh produk
Perusahaan Arla di boycott di daerah Timur – Tengah. Dan pada awal
februari, perusahaan Arla mengalami kerugian yang perharinya mencapai 1 juta
dolar.
Explain the case by
making issue lifecycle
Menurut Kriyantono (2012) terdapat
beberapa tahapan isu, dalam hal ini tahapan isu tersebut akan dikaitkan dengan
kasus boycott produk perusahaan Arla. Adapun tahapan tersebut adalah :
1.
Tahapan
Origin (potential stage). Pada tahap ini, seseorang atau kelompok
mengekpresikan perhatiannya pada isu dan memberikan opini. Di tahap ini,
dimungkinkan mereka melakukan tindakan-tindakan tertentu berkaitan dengan isu
yang dianggap penting. Dalam tahap ini jika dikaitkan dengan kasus Arla
food, tentu disini bisa dilihat dari isu yang dibuat oleh pihak pers Denmark
yang memberi dampak negatif pada publik khususnya publik yang beragama Islam. Sehingga terjadi respon dari publik yang sifatnya
melibatkan dari pihak Arla food. Yaitu penboycott an seluruh produk Arla food
di daerah Timur – Tengah.
2.
Tahapan Mediation and
Amplification (Imminent stage/emerging). Pada
tahap ini, isu berkembang karena isu-isu tersebut telah mempunyai dukungan
publik, yaitu ada kelompok-kelompok yang lain saling mendukung dan memberikan
perhatian. Jika dikaitkan dengan kasus Arla food ini, isu yang diciptakan
oleh pers Denmark semakin menyebar melalui media lainnya. Yang menyebabkan
seluruh publik yang merasa dirugikan membentuk suatu kelompok atau organisasi
informal yang memiliki tujuan yang sama. Dalam hal ini publik bersama – sama melakukan
tuntutan dan memboycott produk Arla food.
3.
Tahapan
Organization Tahap ini publik sudah mengorganisasikan diri dan membentuk
jaringan-jaringan. Current stage, isu berkembang menjadi lebih popular karena
media massa memberitakanya berulang kali dengan eskalasi tinggi. Critical stage terjadi bila publik mulai terbagi
dalam dua kelompok, setuju dan menentang. Current Stage, dalam stage ini
bisa dianalisis bahwa pihak pers Denmark yaitu Jyllands-Posten
memberitakan berita ini cukup massiv kepada publik sehingga isu tentang SARA menyebar
ke masyarakat yang mayoritas muslim. Sedangkan Ciritcal Stage pada saat publik sepakat
untuk memboycott seluruh produk Arla food sehingga terjadi kerugian yang besar.
4.
Tahap Resolution
Pada tahap ini, organisasi dapat mengatas isu dengan baik
sehingga pemberitaan di media mulai menurun, perhatian masyarakat juga menurun,
sehingga isu diasumsikan telah berakhir sampai seseorang memunculkan kembali
dengan pemikiran dan persoalan baru yang ternyata memiliki keterkaitan
sebelumnya. Dalam tahap ini, setelah beberapa desakan yang dilakukan oleh
masyarakat muslim terhadap kasus kartun Nabi Muhammad ini, membuat pemerintahan
Denmark yang tadinya menolak untuk bertanggung jawab menjadi ikut turun tangan
dalam menangani kasus ini. Pemerintah Denmark menghimbau pada pers Jyllands-Posten untuk meminta maaf sebesar – besarnya.
Dan juga perusahaan Arla food memarketing kembali produk mereka dengan 25 tema
baru di Saudi Arabia. Dan Arla food juga mensponsori program membela tentang
kemanusiaan di daerah tersebut.
What did the company do/respond with the event? Based on the outcome,
was it proper respond?
Konklusi dari keseluruhan kasus ini. Krisis bisa terjadi dimana pun dann
diperusahaan manapun juga. Jika perusahaan tersebut tidak bisa dalam
memanajemen sistem organisasi merek, maka krisis pun tidak bisa dihindari.
Dalam kasus ini adalah Arla food yang awalnya memiliki profit dan mempunyai
image yang bagus dimata publik. Namun
adanya missunderstanding antara media dan perusahaan. Akibatnya Arla food
mengalami kerugian yang cukup dalam yaitu 64 juta dolar. Namun pihak Arla food
dalam hal yakin untuk memarketing ulang produk mereka dan yakin untuk bisa
mengangkat kembali image mereka. Dengan
mengiklankan di 25 surat kabar dengan halaman yang full di daerah Saudi Arabia.
Arla food secara rutin melakukan restorasi pada image mereka sehingga reputasi
mereka pun naik kembali. Opini publik yang tadinya negatif pun menjadi positif
terhadap pihak Arla food. Arla juga mensponsori berbagai program yang
menyangkut tentang kemanusiaan yang ada di Saudi Arabia.
Tentu dalam hal ini, tindakan yang dilakukan oleh pihak Arla merupakan
tindakan yang tepat dalam melakukan survival didunia marketing. Namun akan
lebih baik jika pada saat itu pihak Arla food mengadakan jumpa pers kepada
publik, sehingga publik mendapatkan informasi yang benar terhadap produk arla
food. Sehingga Arla food tidak mengalami kerugian yang cukup besar. Namun
secara keseluruhan Arla food mampu menerapkan manajemen yang baik kepada
perusahaannya sehingga mampu survive dan memiliki image yang bagus.
Daftar Pustaka
Kriyantono, R. (2012). Public Relations & Crisis
Management: Pendekatan Critical Public Relations, Etnografi &
Kualitatif. Jakarta: Kencana